Loading

Friday, July 1, 2011

HUKUM BERJABAT TANGAN DENGAN KERABAT DAN MENCIUM MEREKA

Author
Pertanyaan:

Saya suka berkunjung kepada saudara dan kerabat dekat saya, setelah kami  tidak  bertemu selama terkadang enam bulan dan terkadang satu tahun penuh. Apabila saya sampai di rumah mereka, maka para wanita baik kecil ataupun dewasa telah menyambut saya. Mereka mencium saya dengan malu-malu dan sebenarnya dapat dikatakan ini adalah adat yang sudah tersebar (sangat mendarah daging) bagi kami, dan tidak ada maksud apa-apa karena hal tersebut menurut mereka bukanlah suatu perbuatan haram. Tetapi saya yang "alhamdulillah" memperoleh sedikit pendidikan yang Islami, merasa sedikit bingung dalam masalah ini. Bagaimana caranya agar saya bisa menolak ciuman mereka. Perlu diketahui kalau saya tidak menjabat tangan mereka, maka mereka akan marah besar kepada saya dan akan berkata : “Dia tidak menghormati kita, tidak memuliakan kita dan tidak mencintai kita (cinta yang mengikat antara anggota keluarga bukan yang mengikat antara pemuda dan pemudi). Apakah saya melakukan maksiat apabila saya mencium mereka, perlu dipahami bahwa saya tidak mempunyai niat buruk dalam hal tersebut?


Jawaban:

Seorang muslim tidak diperbolehkan menjabat tangan atau mencium selain istrinya dan mahramnya, bahkan hal tersebut termasuk sesuatu yang diharamkan dan sebab-sebab terjadinya fitnah serta timbulnya perzinaan dan telah diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya saya tidak menjabat tangan wanita”

‘Aisyah berkata :

“Tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan perempuan (bukan mahramnya) sama sekali. Ketika bai’at, mereka hanya maba’iatnya dengan perkataan”

Saya tidak membenarkan perbuatan berjabat tangan dengan wanita selain mahramnya dan menciumnya baik mereka adalah putri-putri paman dari bapak atau putri-putri paman dari ibu atau dari kabilah lainnya, semua itu diharamkan dengan ijma’ kaum muslimin, dan termasuk sarana yang paling besar untuk terjadinya perzinahan yang diharamkan.

Maka wajib atas setiap orang muslim untuk berhati-hati dari perbuatan tersebut dan menjelaskan kepada semua kerabat dan selain mereka yang terbiasa dengan hal tersebut, bahwa hal tersebut adalah perbuatan yang diharamkan meskipun biasa dilakukan oleh manusia.

Setiap laki-laki muslim dan wanita muslimah tidak diperbolehkan untuk mengerjakannya meskipun keluarga dekat atau penduduk negaranya terbiasa melakukannya. Bahkan ia wajib menolak hal tersebut dan mengingatkan masyarakat dari hal tersebut. Dan cukup dengan mengucapakan salam tanpa berjabat tangan dan berciuman.

Thursday, June 30, 2011

PERKAWINAN YANG BAHAGIA DAN ABADI

Author
Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman di dalam Al Qur'an:

"Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) diatas diri mereka, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. " (Al Hasyr 9)

Pada surat yang lain Allah berfirman:

"Janganlah kalian memberi dengan harapan memperoleh balasan yang lebih banyak. " (Al Muddatsir 6)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian, hingga ia mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Nasa'i dengan sanad sahih)

Jika seseorang menginginkan kehidupan perkawinannya berhasil langgeng dan abadi, maka tanyailah diri sendiri dengan pertanyaan berikut ini:

a.    Apakah engkau memperhatikan kebahagiaan orang yang engkau cintai? Atau apakah engkau dengan senang membantunya melakukan pekerjaanpekerjaan yang digemari dan diperhatikannya? Ataukah engkau memperhatikan terlebih dahulu kebahagiaan pribadi dan menunggunya berbuat sesuatu untuk menambahkan kebahagiaanmu? Hal yang dituntut sebenarnya bukanlah proses menikahnya seorang wanita dengan seorang pria yang diharapkan dapat memperbaiki keadaannya setelah menikah. Atau sang wanita berkeyakinan mampu merubah segala keburukan pribadi yang dimiliki oleh pasangannya, hanya karena sekedar mencintainya.

b.    Apakah engkau merasakan kesungguhan untuk menyelesaikan perselisihan diantara kalian berdua pada saat terjadi? Apakah engkau merasakan perhatian terhadap keutuhan kehidupan pernikahan kalian itu lebih banyak daripada mempertahankan kebenaran dari pandangan individu pada setiap perbedaan pendapat? Apakah engkau siap mengalah dalam rangka upaya saling memahami? Apakah engkau melihat, bahwa perbedaan diantara kalian mengandung nilai positif yang mendukung kehidupan pernikahan? Sesungguhnya cinta seperti tergambar diatas, berbeda dengan cinta dalam kenyataan hidup yang nyata (dihadapi). Banyak orang yang menghindari dialog diantara dua pasangan atau bersikeras memaksakan kebenaran pandangannya dalam setiap terjadinya perbedaan. Cinta yang matang adalah cinta yang diperuntukkan mendukung kehidupan perkawinan lebih banyak daripada mendukung egoisme masing-masing individu.

c.    Apakah engkau berpikir dengan makna "Kita" ketika engkau melangkah untuk masa depan kalian berdua? Apakah telah engkau diskusikan bersama cita-cita kalian berdua? Apakah masing-masing diantara kalian merasa bahwa salah seorang dari kalian adalah bagian dari yang lain? Apakah kalian berdua adalah manusia yang mampu mewujudkan cinta yang matang?

d.    Apakah engkau merasa bahwa kalian adalah partner dalam mencapai tujuan hidup bersama? Apakah engkau mendapati dalam tujuan bersama sesuatu yang memuaskan impian kalian berdua? Apakah engkau merasakan bahwa cinta kalian mampu membangkitkan perhatian kalian terhadap tugas-tugas yang kalian berdua rasakan nilainya? Apakah ada perkembangan perhatian yang timbul dari cinta kalian?

Tidaklah cukup bagi kalian berdua hanya menjadi pasangan yang lembut. Akan tetapi, haruslah kalian menjadikan perkawinan kalian mempunyai tujuan dan makna, jika yang kalian inginkan adalah kelanggengan. Karena, engkau ingin perempuan yang engkau cintai menjadi ibu bagi anak-anakmu atau sebaliknya. Dengan demikian, cintamu tidak bisa dianggap sebagai tujuan, bahkan ia mempunyai batas tujuan yang lebih dari sekedar cinta itu sendiri.

Sesungguhnya cinta yang langgeng adalah cinta yang berusaha untuk menunjukkan kepada manusia (pasangan suami isteri) dengan cara melaksanakan pekerjaan besar yang lebih banyak daripada sebelumnya dan didasarioleh cinta keduanya, dimana masing-masing melihat pasangannya lebih utama, bahagia dan pribadi yang banyak berbuat baik daripada sebelumnya.

Hanya dengan modal cinta, dalam mengatasi godaan hidup, tanpa usaha dan perhatian yang sungguh-sungguh bukanlah jaminan untuk kelanggengan cinta itu sendiri. Karena, cinta yang kokoh itu seperti pohon yang kokoh, membutuhkan siraman dan bantuan supaya tetap tumbuh dengan sehat dan kuat.
Manusia itu pada dasarnya berbeda, tergantung dari latar belakang pertumbuhannya, dalam kecenderungan mereka mengungkapkan cinta. Sebagian mereka selalu mementingkan mencapai bukti-bukti yang menguatkan cinta dan kasih sayangnya pada orang lain. Sedang sebagian yang lain bersikap pasif dalam upaya-upaya menghangatkan hubungan yang telah dibangun bersama. Untuk itu, hendaknya setiap pasangan memilih model hubungan yang lebih sesuai bagi mereka berdua daripada mencontoh model yang diterapkan oleh orang lain.

Masing-masing saling menunjukan dan memandang pasangannya sebagai pribadi yang dicintai. Kearifan yang timbul dari perasaan cinta dan kebersamaan didalam mengerjakan segala sesuatu yang menyenangkan keduanya, merupakan cara-cara dasar yang menyebabkan kelanggengan cinta.

Wednesday, June 29, 2011

LARANGAN JANGAN BERSAING DALAM MEMINANG

Author
Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman di dalam Al Qur'an:

"Janganlah kalian melampaui batas, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. " (Al Baqarah 190)

Allah juga berfirman:

"Dan siapa saja yang menganiaya orang-orang mukmin dan mukminat tanpa adanya kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (Al Ahzab 58)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

Hendaknya salah seorang kamu tidak melamar wanita yang telah dilamar oleh saudaranya, sehingga saudaranya itu menikahi atau meninggalkannya." (HR. Nasa'i dalam Sunan an-Nasa 'i ash-Shughra)

Al Bahi Al Khauli didalam kitabnya yang berjudul "Al Mar-ah baina Al Bait wa Al Mujtami'" berpendapat, bahwa haram hukumnya melamar seorang wanita jika telah diketahui ada orang lain dari saudaranya sesama muslim yang telah terlebih dahulu melamar wanita tersebut. Karena, hal itu akan dapat memutuskan tali kekeluargaan dan melahirkan permusuhan serta penghinaan terhadap sesama. Bahkan hal tersebut menunjukkan akan kerendahan akhlaq dan rusaknya akal sehat.

Sebab, untuk dapat mengungguli saingannya, ia harus memuji dirinya sendiri dan menghina saingannya, sehingga ia mensifati dirinya dengan keistimewaan dan perasaan riya'. Apabila ia benar didalam mensifati dirinya, maka hal ini juga merupakan kekurangan akibat memuji diri sendiri. Juga pada saat mensifati saudaranya sesama muslim yang menjadi pesaingnya dengan sifat-sifat aib, walaupun hal itu benar adanya, maka sesungguhnya ia telah berbuat ghibah.

Jika pelamar pertama meninggalkan lamaranya, maka pelamar lain berhak mengajukan lamarannya. Begitu juga jika pelamar pertama adalah seorang fasik. Sebab, hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan wanita muslimah agar tidak jatuh dalam perlindungan (asuhan) orang yang tidak mempunyai semangat agama. Seorang muslim berhak memberikan pilihan dengan seorang yang dipandangnya lebih utama.

Dalam kitab "Jama' Al 'llmi ", karangan Imam Syafi'i yang ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir, diriwayatkan, bahwa Fathimah binti Qais berkata; Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata kepadaku: "Jika engkau telah lepas dari masa 'iddah, maka beritahu aku! Ketika ia (Fathimah) menyelesaikan masa 'iddahnya, maka ia memberi tahu Rasululullah bahwa Mu'awiyah dan Abu Jahm melamarnya. Maka Rasulullah berkata: Mu'awiyah itu adalah seorang yang fakir, tidak mempunyai harta. Sedangkan Abu Jahm adalah seorang yang tidak bisa melepaskan tongkat dari pundaknya. Untuk itu, menikahlah dengan Usamah bin Zaid. Mendengar ucapan beliau tersebut, Fathimah bersikap dingin. Kemudian Rasulullah berkata kembali: Menikahlah dengan Usamah! Kemudian ia pun menikahinya. Lalu Allah menjadikan kebaikan pada diri Usamah dan berbahagialah mereka berdua" (HR. Imam Asy Syafi'i didalam risalah Al 'Umm. Juga oleh Imam Ahmad dan penulis kitab hadits yang enam, kecuali Bukhari).

Tuesday, June 28, 2011

TES KESEHATAN SEBELUM PERNIKAHAN DILANGSUNGKAN

Author
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Jauhilah para penderita kusta, sebagaimana engkau menjauhi singa." (HR. Ahmad)

Beliau juga bersabda:

"Hendaknya bagi orang yang sedang menderita suatu penyakit tidak mengunjungi (mendatangi) orang yang sehat." (HR. Bukhari)

Kedua hadits tersebut mengisyaratkan agar bersikap waspada terhadap penyakit menular yang membahayakan. Saat ini, kebanyakan negara modern menetapkan peraturan wajib memeriksa kesehatan sebelum proses pernikahan dilangsungkan. Sedangkan Islam sudah sejak 14 abad yang lalu (lebih dahulu) menganjurkannya.

Sangat disayangkan bahwa tes kesehatan ini disepelekan oleh kebanyakan dokter dan ditinggalkan oleh kebanyakan pasangan suami isteri. Justru hal ini menyebabkan dampak negatif bagi kedua pasangan tersebut dan keturunannya nanti. Diantara petunjuk agama bagi setiap calon pasangan adalah tidak diperkenankan menikah jika salah satu dari pasangannya menderita penyakit menular, sebagaimana dipahami dari hadits sahih berikut ini:

"Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian sehingga mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."

Dr. Wajih Zainal Abidin dalam risalahnya yang berjudul "Al Islam wa At Tarbiyah Al Jinsiyah" berpendapat, bahwa hadits yang berbunyi "Laa Dharara walaa Dhirara " berarti menyelidiki dan menjauhkan bahaya dari wanita dan laki-laki yang shalih. Bahkan wajib kiranya — dalam undang-undang Islam — memeriksa calon suami isteri sebelum mereka melangsungkan pernikahan, khususnya untuk mengetahui tingkat kesuburan rahim wanita serta kesehatan dari sperma yang dimiliki oleh laki-laki. Begitu juga dengan memeriksa keduanya (laki-laki dan perempuan) dari penyakit menular yang membahayakan, impotensi, kemandulan dan kelainan psikis lainnya.

Sedangkan syarat terpenting bagi laki-laki untuk menikah adalah kemampuannya untuk memberikan hak bagi pasangannya didalam pernikahan, sebagaimana dipahami dari hadits berikut ini (yang artinya: "Barangsiapa telah memiliki kemampuan, maka menikahlah."

Kata "Al Ba 'ah" di sini berarti kemampuan menyediakan tempat tinggal dan segala keperluan menikah. Juga berarti kemampuan biologis (Lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat didalam kitab "Al Muhith ", karangan Fairus Abaya).


Pemeriksaan Golongan Darah Suami Isteri

Ada empat kemungkinan yang akan terjadi pada pasangan suami isteri jika ditinjau dari golongan darahnya:
  • Golongan darah keduanya positif.
  • Golongan darah keduanya negatif.
  • Golongan darah isteri positif, sedangkan golongan darah suami negatif. Tiga kemungkinan golongan darah ini kita anggap sejenis dan berkesesuaian.
  • Golongan darah isteri negatif, sedangkan golongan darah suami positif. Dalam keadaan ini, tidak ada persesuaian antara golongan darah suami maupun isteri. Namun, sangat langka (jarang ditemukan) kemungkinan yang terjadi bahwa anak akan mewarisi golongan darah bapaknya, yakni positif dan lahir dari ibu yang bergolongan darah negatif. Hal tersebut merupakan jenis-jenis yang berlawanan dalam darahnya, akibat ia mengandung janin yang bergolongan darah positif. Sang ibu akan menyempurnakan kelahiran pertama dengan sifat pembawaan dari anak pertama. Namun, pada kehamilan yang kedua dan seterusnya, janin terkadang cacat. Karena, mewarisi darah positif dari sang bapak dan dari jisim yang berlawanan, yakni tercipta dalam darah ibu yang negatif.
Menurut hemat penulis, komplikasi yang ada pada anak ketiga lebih banyak dari anak kedua. Sedangkan anak kedua juga lebih banyak dari yang pertama. Begitulah dampak bertambahnya hubungan jisim-jisim yang berlawanan pada setiap kehamilan. Akan tetapi, komplikasi semacam ini jarang terjadi. Karena hikmah Allah, bahwa darah janin tidak bercampur dengan darah ibu, kecuali dalam keadaan tertentu yang sangat jarang terjadi.

Kemungkinan terjadinya komplikasi ini tidak lebih dari 10%. Kalaulah terjadi, kita bisa melakukan operasi yang tidak terlalu sulit untuk merubah darah anak pada saat-saat pertama setelah kelahiran, seandainya dimungkinkan.


Pemeriksaan Jumlah Sel Sperma dan Selnya yang Hidup

Menurut ketentuan yang berlaku, jumlah sel sperma yang di miliki oleh laki-laki tidak kurang dari 4 Juta/mili dan ketika terjadi orgasme, sel-sel yang hidup berjumlah tidak kurang dari 65%. Apabila setelah diadakan pemeriksaan ternyata tidak sampai pada target, bahkan cenderung kurang sekali (mandul), maka dapat segera dilakukan pengobatan kedokteran (secara medis) untuk meningkatkan kualitas sel-sel sperma serta jumlahnya. Pengobatan semacam itu sudah banyak dan mudah ditemukan pada masa sekarang ini.


Pemeriksaan Kelenjar Prostat (Gondok)

Pemeriksaan kelenjar gondok dimaksud adalah untuk memastikan tidak adanya peradangan, baik pada diri calon suami maupun pada diri calon isteri. Karena, hal itu dapat menyebabkan menurunnya kasih sayang bagi suami/isteri.

Monday, June 27, 2011

KEWAJIBAN MELIHAT PELAMAR DAN YANG DILAMAR

Author
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: "Pernah aku bersama Nabi, lalu datanglah seorang laki-laki hendak memberitahukan kepada Nabi bahwa ia akan menikah dengan salah seorang wanita dari kaum Anshar. Maka Nabi bertanya kepadanya: Sudahkah engkau melihatnya? Ia menjawab: Belum. Maka beliau berkata: Lihatlah! Karena, di mata kaum Anshar ada sesuatu." (HR. Muslim, Nasa'i dan Thabrani)

Dalam kaitannya dengan pembahasan tentang kewajiban melihat pelamar dan yang dilamar, ada baiknya kita juga memperhatikan bahaya negatif yang banyak terjadi dikalangan keluarga muslim, yakni pergaulan yang di haramkan sebelum akad nikah dengan tujuan sebagai pengalaman dan percobaan. Karakter pergaulan semacam itu dapat kita jumpai pada kitab yang berjudul "Munkiraat AlIfraah ". Penulis menukil keterangan ini dari kitab tersebut.

Semoga peringatan ini menjadikan para orang tua lebih waspada dan berhati-hati terhadap peradaban yang menipu, yang sungguh tidak memiliki keistimewaan apa-apa. Dengan menamakannya sebagai peradaban beserta taklid buta yang tidak sesuai dengan agama, juga akhlak kita, maka ketahuilah; bahwa pergaulan diantara dua calon pengantin dengan tujuan mencari pengalaman sebelum menikah adalah perbuatan yang sangat membahayakan.

Sementara dari pihak wali seolah melepaskan kendali pada individu yang belum mengenali seluk beluk kehidupan itu. Sehingga semakin sem-purna keburukan pergaulan itu tanpa adanya pengawasan dari rasa penye-salan, kerabat maupun terlepas dari kendali agama. Disanalah keduanya mendekati petaka dan menjadi santapan empuk bagi binatang buas (dalam hal ini nafsu syahwat) dengan mengatas namakan kebudayaan. Artinya, pihak terkait (wali) juga ikut berperan untuk menodai lembaran-lembaran bersih setiap harinya dengan pergaulan yang keji dan melanggar hak-hak wanita, sehingga menjadi kebiasaan yang tidak lagi dapat ditolelir.

Setelah puas ular mereguk aroma kenikmatan, tentulah ia akan merasa bosan. Karena, hal-hal yang dikuasai itu membosankan dan hal yang paling disenangi oleh manusia adalah hal-hal terlarang, maka ia pun meninggal-kan noda. Dengan tabi'at jahat yang ada dalam dirinya, maka ia berusaha untuk mencari mangsa baru. Dari sinilah meluas kenistaan dan rusaklah citra perkawinan. Hal tersebut menjadikan seorang pemuda tidak lagi ter-tarik pada ikatan perkawinan. Karena, ia bisa mendapatkan kebutuhan biologis tanpa harus menanggung beban-beban perkawinan.

Juga dari sinilah seorang pemuda berpaling menuju perbuatan yang diharamkan oleh Allah. Hal ini dikarenakan kebudayaan semu yang membebani hidup mereka dan untuknya mereka dengan sukarela meninggalkan budaya, agama dan kehormatan. Sesungguhnya Islam memperingatkan dua orang yang bukan muhrim untuk tidak berkhalwat (berduaan ditempat yang sepi), karena syaitan bersama keduanya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: "Aku tidak meninggalkan —sesudahku— fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki, selain kaum perempuan (wanita)."

Islam memperbolehkan bagi peminang jika bersungguh-sungguh dan menyediakan segala sarana yang diperlukan untuk menikah dengan melihat wajah serta kedua telapak tangan, juga mengutus seseorang (perempuan lain) untuk mengetahui kepribadian dan akhlak wanita yang dipinang serta watak keturunannya. Karena, watak sang bapak biasanya menurun kepada anaknya.

Adapun jika hal-hal tersebut sampai pada taraf diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta 'ala, maka akan mendatangkan aib dan kerusakan. Manusia tidak akan menemui kebahagiaan, kecuali dengan menempuh jalan kembali kepada ketentuan yang diajarkan oleh syari'at dan membatasi pergaulan lawan jenis, yang masing-masing berbuat pada bidangnya tanpa melampaui batas.

Pengalaman empirik memberikan nasihat, bahwasanya seorang lelaki lebih merindukan dan mencintai wanita justru ketika wanita itu berada jauh darinya dan diasingkan dari pergaulan bebas serta terjaga —dengan memakai jilbab— dari pandangan jalang kaum lelaki.

Adapun alasan yang digunakan sebagai pendukung dari hadits Abu Hurairah diatas adalah hadits sahih berikut ini:

"Lihatlah perempuan yang hendak engkau pinang. Karena, hal itu dapat menjaga kerukunan diantara kalian berdua." (HR. Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah dengan sanad sahih)

Maksudnya, dapat menjadikan pengikat atas cinta dan kasih sayang. Menurut Imam Ibnul Qayyim, bahwa yang dimaksud dengan makna kalimat "An Yu-dama Bainakuma" adalah cocok, sesuai atau serasi. Jika pertemuan keduanya sudah terwujud dan tidak ada keselarasan serta pertalian diantara keduanya, maka tidak akan kokohlah cinta. Bahkan mungkin tiada perasaan cinta sama sekali. Karena, keserasian diantara pasangan suami isteri itu adalah salah satu penyebab yang cukup kuat bagi terwujudnya cinta kasih.

Hal yang menyedihkan adalah banyaknya dari para wali yang memperkenankan peminang untuk melihat calon pasangannya hanya melalui foto yang pengambilan gambarnya justru dilakukan oleh ajnabi (orang yang bukan muhrim). Ini semua merupakan akibat dari meninggalkan sunnah Nabi dan berpegang pada tradisi yang salah.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Jika salah seorang diantara kalian melamar seorang wanita seraya mampu melihat hal-hal yang menggugah hati untuk segera menikahi wanita itu, maka laksanakanlah." (HR. Abu Dawud, Thahawi, Imam Ahmad didalam musnadnya, Ibnu Majah dan dinyatakan sebagai hadits sahih)

Dalam sabda beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang lain dikemukakan:

"Jika salah seorang diantara kalian hendak melamar perempuan, maka diperbolehkan melihatnya —jika melihatnya hanya untuk meminangnya—, walaupun si wanita itu tidak mengetahuinya." (HR. Thahawi dan Ahmad didalam musnadnya dengan status sahih)

Sebagian sahabat memberlakukan hadits ini, yang diantaranya adalah Muhammad bin Musallamah Al Anshari. Sahl bin Abi Hatsmah berkata: "Aku melihat Muhammad bin Musallamah mengikuti Butsainah binti Dhahhak diatas tandu." Dengan penuh kehati-hatian aku bertanya: "Bagaimana engkau melakukan hal itu, sedangkan engkau adalah seorang sahabat Nabi?" Maka ia pun menjawab: "Aku pernah mendengar, bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: "Apabila terdetik dihati seorang laki-laki untuk melamar seorang perempuan, maka tiada salahnya untuk melihat perempuan dimaksud" (HR. Abu Hurairah, Thahawi dan Ahmad didalam musnadnya).

Para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai batasan yang diperbolehkan untuk melihatnya. Sebagian madzhab membatasi pada wajah dan ke-dua telapak tangan, dimana batasan ini tidak ada hujjahnya dan mengesampingkan pemahaman sahabat.

Ada baiknya dalam kaitan ini penulis menyebutkan (untuk mengingat) perbuatan Nabi Sulaiman 'Alaihissalam ketika membangun istana dengan tujuan untuk melihat kedua betis dari Ratu Balgis. Sungguh Nabi Sulaiman 'Alaihissalam hendak menikahinya. Ketika Ratu Balqis melihat istana, ia mengira bahwa yang dilaluinya itu adalah kolam air, sehingga ia menyingkapkan kain yang ia kenakan dan terlihatlah kedua betisnya. Maka dilihatlah kedua betis Ratu Balgis oleh Nabi Sulaiman dan kemudian beliau menikahinya.

Di sini timbul pertanyaan, jika syar'i (pembuat hukum, Allah) men-tolelir kaum lelaki untuk melihat wanita sebelum menikah, apakah wali berhak memperlihatkan puterinya tanpa batasan hijab yang juga bersifat syar'i. Menurut hemat penulis, —Wallahu A'lam— boleh, selama pelamar melihat dalam batasan yang wajar, walaupun si wanita tidak mengetahuinya.

Ibnul Qayyim didalam kitabnya "Tahdzib As Sunan" Juz. III, hal. 25-26 menyebutkan: "Bahwa Abu Dawud memperbolehkan melihat seluruh tubuh wanita." Adapun menurut Imam Ahmad terdapat tiga riwayat. Pertama, boleh melihat hanya telapak tangan dan wajah. Kedua, melihat anggota tubuh yang biasa tampak seperti betis, lutut dan semisalnya. Ketiga, boleh melihat seluruh tubuhnya (dengan busana tentunya, Ed.).

Ibnu Qudamah dalam kitab "Al Mughni" Juz. VII, hal. 454 menyebutkan alasan diperbolehkannya melihat anggota badan yang biasa tampak. Yaitu, ketika Nabi memperbolehkan melihat wanita yang hendak dilamar (dipinang) tanpa sepengetahuannya. Berarti, beliau mengizinkan melihat anggota tubuh yang biasa tampak karena tidak mungkin memfokuskan pandangan pada wajah yang disertai dengan tampaknya anggota tubuh lainnya.

Sebagaimana diperbolehkan seorang lelaki melihat wanita yang akan dinikahinya, maka begitu juga hendaknya seorang wali melihat agama, akhlak dan keadaan lelaki yang meminang untuk kepentingan anaknya. Karena, sesudah menikah nanti, maka kebebasan anaknya akan dibatasi dengan sebab pernikahannya itu. Jika dinikahi oleh seorang suami yang fasiq atau penyebar (pembuat) fitnah, maka berarti sang wali telah mencelakai diri dan anaknya ("Minhaj Al Qashidin", hal. 71).

Sunday, June 26, 2011

MEWASPADAI HAL-HAL ZHAHIR YANG MENIPU

Author
Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman di dalam Al Qur'an:

"Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Seolah-olah mereka laksana kayu yang tersandar. " (Al-Munafiqun: 4)

Telah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

"Ada seorang laki-Iaki mendatangi Nabi. Lalu beliau berkata kepada para sahabat: Apa pendapat kalian tentang lelaki ini? Para sahabat menjawab: Ia lelaki merdeka yang jika meminang, maka pinangannya tidak akan ditolak dan jika memberi pertolongan, maka sudah selayaknya ia melakukan hal itu dan jika berkata, maka apa yang dikatakannya sudah pasti akan didengar. Kemudian Nabi terdiam. Lalu datanglah seorang kerabat dari golongan fuqara dan Nabi pun bertanya kembali (kepada para sahabat): Apa pendapat kalian tentang lelaki ini? Lalu para sahabat menjawab: Ia lelaki merdeka yang jika meminang, maka pinangannya belum tentu akan diterima, jika memberi pertolongan, maka sesungguhnya ia tidaklah pantas memberi pertolongan dan jika berbicara, tidak akan didengar. Maka Rasul bersabda: Lelaki ini lebih baik dari seluruh bumi dan isinya." (HR. Bukhari)

Saturday, June 25, 2011

WANITA YANG MENGAWINI PRIA YANG PEZINA ADALAH PEZINA

Author
Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman di dalam Al Qur'an:

"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawinkan melainkan dengan laki-laki yang berzina atau lakilaki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. " (An Nuur 3)
Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, bahwa akad nikah tidaklah sah apabila (akad tersebut) datang dari laki-laki yang baik untuk perempuan pelacur, selama perempuan tersebut belum bertaubat. Akan tetapi, akad nikahnya menjadi sah jika ia telah bertaubat. Demikian pula pernikahan perempuan baik-baik dengan laki-laki lacur tidaklah sah, kecuali ia (lakilaki) telah bertaubat. Hal ini sebagaimana dijelaskan pada penghujung ayat dari firman Allah di dalam surat An-Nuur tersebut di atas.

Imam Ibnu Katsir berpendapat, bahwa haram hukumnya menikah dengan pelacur atau menikahkan wanita baik-baik dengan laki-laki lacur (fajir).

Yang sangat disesalkan dari kebanyakan keluarga Muslim, dimana mereka jarang sekali mengambil atau menjadikannya sebagai suatu pelajaran atau peringatan yang sangat berharga. Apabila diperingatkan bahwa calon menantunya adalah pezina, dengan geram sang kerabat yang dilamar pun membantah seraya mengatakan: "Daun sebuah pohon tidak akan bergoyang kecuali ditiup oleh angin yang menggoyangnya." Demikian pula jika diberitahukan bahwa sang calon menantu tidak pernah shalat atau senang meminum minuman keras, maka mereka pun menjawab: "Ia tidak tahu akan hal itu karena masih muda dan Allah akan menghapuskan kesalahannya." Apabila dikatakan bahwa sang calon, akhlaq dan aqidahnya jelek, maka mereka pun tidak akan mempedulikannya. Namun, apabila dikatakan bahwa ia (calon menantu) sangat sederhana, maka dengan spontan mereka menolak, sekalipun sifat dan perilakunya baik serta berasal dari keturunan yang baik pula.

Celaka! Sungguh celaka bagi wanita muslimah yang memiliki suami seperti itu. Sebab, masa depannya terancam dan kehidupan suami-isteri pun dihadapkan pada suatu kerusakan yang menanti. Adapun fitnah yang akan melanda terhadap isteri yang dinikahi oleh seorang pezina adalah berupa kerusakan moral serta agama dan kehidupannya akan merugi serta celaka.

Abu Nu'aim menceritakan ketika Abu Thalhah melamar Ummu Salim, dimana sebelum Ummu Salim menerima lamarannya, ia berkata: "Sebetulnya aku senang kepadamu, tapi sayang kamu orang kafir sedangkan aku wanita muslimah. Pernikahanku denganmu tidak akan sah." Abu Thalhah pun bertanya: "Apa kebijaksanaanmu wahai Romso (nama sindiran?" Ummu Salim menegaskan: "Apa kebijaksanaanku?" Abu Thalhah melanjutkan: "Mana yang kamu pilih, kuning atau putih (bujukan dengan emas dan perak)?" Ummu Salim menjawab: "Aku tidak akan memilih baik kuning ataupun putih. Sesungguhnya engkau telah menyembah dzat yang tidak bisa mendengar, melihat dan tidak akan menjadikan kamu seorang yang kaya. Apa tidak malu menyembah pohon kayu, yang mana kayu tersebut dijadikan sebagai penghangat (api unggun) oleh suatu kelompok? Jika engkau masuk Islam, maka itu adalah sebagai mahar dari perkawinanku denganmu. Aku tidak menginginkan mas kawin selain daripada itu." Lalu Abu Thalhah bertanya: "Kepada siapa aku mengislamkan diriku wahai Romso (Ummu Salim)?" Ummu Salim menjawab: "Kepada Rasulullah." Maka Abu Talhah pun pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan ia pun menyatakan diri masuk Islam.

Loading



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More